Senin, 27 Mei 2013

Pengertian Antropologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian Antropologi dan Ruang Lingkupnya

Pengertian

Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan merupakan tanggung jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang manusia, dari segi yang baik maupun dari segi yang buruk. Antropologi tidak hanya terpaku pada sebagian kelompok orang tetapi mencakup semua manusia, bukan hanya dari satu aspek melainkan dari segala aspek.[1]
Secara etimologi, antropologi berasal dari dua kata, yaitu Antrop dan Logos. Antrop berarti manusia, sedangkan Logos berarti kajian, diskusi, atau ilmu. Ilmu pengetahuan antropologi mengkaji manusia dalam bermasyarakat, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam suatu masyarakat suku bangsa, kebudyaan, dan perilakunya.[2]
Macam-macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Antropologi

1. Antropologi fisik
a. Paleontologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang asal-usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil
b. Somatologi, yaitu ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengan cirri-ciri fisik.
2. Antropologi budaya
a. Prehistori, yaitu ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan budaya manusia mengenai tulisan
b. Etnolinguistik antrologi, yaitu ilmu yang mempelajari suku-suku bangsa yang ada di dunia
c. Etnologi, yaitu ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa yang ada di dunia
d. Etnopsikologi, yaitu yang mempelajari kepribadian bangsa seta peranan individu kepada bangsa dalam proses perubahan adapt-istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.
3. Antorpologi terapan, seperti antropologi politik, antropologi kesehatan, antropologi ekonomi, dan sebagainya.[3]
Fase-fase Perkembangan Antropologi[4]

Fase Pertama (Sebelum 1800)
Pada fase ini, masyarakat pribumi yang ada di Asia, Afrika,dan Amerika mulai didatangi oleh bangsa Eropa sejak akhir abad ke-15. pada masa itu mulai terkumpul suatu besar himpunan buku-buku kisah perjalanan, laporan, dan sebagainya yang ditulis oleh para musafir, pendeta, pelaut, ataupun pegawai pemerintah. Bahan-bahan deskripsi itu kemudian disebut sebagai etnografi, atau deskripsi tentang bangsa-bangsa. Isi dari deskripsi itu terkesan aneh di mata orang Eropa, namun hal itu amat menarik perhatian kalangan terpelajar di Eropa Barat di abad ke-18. dalam pandan orang eropa, timbul tiga macam sikap, yaitu :
  1. Sebagian orang Eropa menganggap bangsa-bangsa pribumi itu adalah manusia liar, turunan iblis, dan sebagainya. Sehingga timbul istilah savages, dan primitives, sebutan bagi penduduk asli di Asia, Afrika, dan Amerika.
  2. Sebagian orang Eropa menganggap bahwa manusia dari tanah Asia, Afrika, dan Amerika itu adlah contoh dari manusia murni, yang belum kemasukan hasutan kejahatan dan keburukan yang sudah terjadi di Eropa.
  3. Sebagian orang Eropa tertarik dengan adapt-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa primitive tersebut. Kumpulan itu kemudian dihimpun menjadi satu dan diperlihatkan kepada umum (museum).
Fase Kedua (Pertengahan Abad ke-19)
Ketika sekitar tahun 1860 ada beberapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi, lahirlah antropologi. Ilmu itu bersifat akademis. Mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud mendapatkan pengertian mengenai tingkat-tingkat kuno dalam sejarah dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia di muka bumi.
Fase Ketiga (Permulaan abad 20)
Dalam fase ini, ilmu antropologi menjadi sangat penting. Orang-orang Eropa mempelajari kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintak colonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat kini yang kompleks.
Fase Keempat (sesudah 1930)
Ilmu antropologi mengalami masa perkembangan yang paling luas, baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman metode-metode ilmiahnya. Pokok atau sasaran para ahli antropologi tidak lagi hanya suku-suku bangsa primitive yang ada di luar benua Eropa, melainkan juga daerah di pedesaan pada umumnya, ditinjau dari sudut anekawarna fisiknya, masyarakatnya, serta budayanya.
Metode Ilmiah dari Antropologi[5]
Pengumpulan fakta
Tingkat ini adalah pengumpulan fakta mengenai kejadian dan gejala masyarakat dan kebudayaan yang pengelolaannya dilakukan secara ilmiah. Aktifitas pengumpulan fakta ini terdiri dari berbagai metode : ibservasi, mencatat, mengolah, dan melukiskan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat.
Pengumpulan fakta dapat digolongkan dlam tiga golongan :
  1. penelitian lapangan
  2. penelitian di laboraturium
  3. penelitian dalam perpustakaan.
Penentuan Ciri-ciri Umum dan Sistem
Hal ini adalah tingkatan dalam cara berpikir ilmiah yang bertujuan untuk menentukan cirri-ciri umum dan sistem dalam himpunan fakta yang dikumpulkan dalam suatu penelitian. Tingkat ini menimbulkan metode-metode yang hendak mencari cirri-ciri yang sama, yang umum, dalam anekawarna fakta dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan umat manusia. Prosese berpikir berjalan secara induktif, dari pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta khusus dan konkret, kea rah konsep-konsep mengenai cirri-ciri umum yang lebih abstrak (ringkas).
Verifikasi
Terdiri dari cara-cara yang harus menguji kaidah-kaidah yang telah dirumuskan atau yang harus memperkuat pengertian yang telah dicapai, dalam kenyataan-kenyataan alam atau masyarakat yang hidup. Disini, proses berpikir berjalan secara deduktif, dari perumusan umum kembali kea rah fakta-fakta yang lebih khusus.

[1] Leonard Siregar, “Antropologi dan Konsep Kebudayaan”, Blog UNAIR, diakses dari http://yuniawan.blog.unair.ac.id/files/2008/03/antokebud.pdf, tanggal 22 September 2009, pukul 10.36 [2] “Definisi/Pengertian Antropologi, Objek, Tujuan, dan Cabang Ilmu Antropologi”, diakses dari http://organisasi.org/definisi-pengertian-antropologi-objek-tujuan-dan-cabang-ilmu-antropologi, tanggal 28 September 2009, pukul 17.17
[3] Ibid
[4] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2002), p.1-6
[5] Ibid., untuk penjelasan lebih lengkap, lihat p.41-48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar